Pola Asuh Kakek-Nenek vs Orang Tua Bikin Galau!
Dipublikasikan: Kamis, 10 Juli 2025
Waktu membaca: 3 menit
MyKidz - Bagi orang tua modern sekarang ini, sebisanya semua diurus sendiri tanpa kehadiran asisten atau babysitter. Sehingga kadang sekali dua kita perlu bantuan orang tua untuk menjaga anak, menitipkannya karena harus bekerja atau keluar rumah selama beberapa jam. Nah, di sinilah drama dimulai.
“Ibu udah bilang jangan kasih anak es, tapi sama nenek malah dibeliin es krim dua kali sehari.”
“Papa maunya jam tidur teratur, tapi pas nginep di rumah kakek, anak tidur jam 11 malam sambil nonton TV.”
Sounds familiar?
Di satu sisi, keberadaan kakek-nenek sangat membantu. Baik saat anak dititipkan, saat liburan, atau sekadar sebagai support system emosional. Tapi di sisi lain, muncul konflik karena pola asuh yang berbeda jauh dari yang sudah kita rencanakan.
Apa Saja yang Sering Dilakukan Kakek-Nenek?
Beberapa hal umum yang dilakukan kakek-nenek dan sering bikin orang tua geleng-geleng:
- Membolehkan (bahkan bebas!) mengonsumsi makanan manis/instan.
- Membelikan mainan berlebihan. Banyak!
- Tidak konsisten menerapkan jam tidur atau screen time.
- Menghindari hukuman atau konsekuensi, karena "kasihan."
- Menuruti semua keinginan cucu agar tidak menangis atau kecewa.
Apakah ini artinya mereka tidak respect pada aturan orang tua? Belum tentu. Sering kali, ini bukan soal melawan aturan, tapi soal perspektif yang berbeda.
Kenapa Kakek-Nenek Melakukannya?
1. Pola Asuh Mereka Sudah Berbeda dari Dulu
Sebagian kakek-nenek dibesarkan dalam budaya yang lebih permisif atau justru sangat keras. Maka ketika jadi kakek-nenek, mereka ingin memperbaiki atau melonggarkan pola asuh masa lalu.
2. Rasa Cinta Tanpa Beban Tanggung Jawab Penuh
Menurut Journal of Family Psychology (Lussier et al., 2002), kakek-nenek memandang cucu sebagai sumber kebahagiaan dan kesempatan kedua dalam mencintai. Karena bukan orang tua langsung, mereka tidak merasa harus jadi “polisi” yang mengatur semua.
3. Ingin Membahagiakan, Bukan Mendisiplinkan
Ada kepuasan emosional saat melihat cucu bahagia. Bahkan dalam banyak budaya, memberi cucu "kelebihan" (entah makanan, hadiah, dan lainnya) dianggap bentuk kasih sayang.
4. Insecure dan Tak Ingin Terlihat ‘Kuno’
Sebagian kakek-nenek juga merasa takut terlihat tak kompeten di mata anaknya yang kini jadi orang tua. Alih-alih bertanya, mereka memilih ikut jalan sendiri.
Banyak dari kita alpa bahwa kakek-nenek juga punya perasaan. Studi oleh Buchanan & Rotkirch (2019) menyebutkan bahwa kakek-nenek yang merasa tidak dipercaya atau dianggap "perusak aturan" cenderung merasa tersisih. Mereka ingin tetap relevan dan punya peran penting dalam kehidupan keluarga, bukan hanya sebagai penitipan dadakan.
Jadi, apa yang Sebaiknya Dilakukan Orang Tua?
1. Komunikasikan Ekspektasi dengan Lembut
Daripada mengkritik (“Mama tuh selalu bikin anak jadi manja”), cobalah ungkapkan dengan empati:
“Ma, sekarang kami sedang melatih anak disiplin soal jam tidur. Boleh bantu kami jaga konsistensinya?”
2. Dengarkan Pandangan Mereka
Tanya pendapat mereka, dengarkan pengalaman mereka membesarkan anak dulu. Ini bukan sekadar sopan santun, tapi bisa memperkuat ikatan dan memunculkan kompromi. Dan paham mengapa mereka melakukan A dan tidak melakukan B.
3. Bikin Aturan Bersama
Kalau anak sering menginap di rumah kakek-nenek, susun aturan dasar bersama: jam makan, screen time, camilan, dan waktu istirahat. Kakek-nenek pun merasa dilibatkan, bukan diatur. Bahkan nih, kita juga perlu sedikit luwes. Ada yang ya sudah bolehlah, ada yang yah geser atau molor dikit nggak apa-apa, deh.
4. Beri Ruang untuk Keleluasaan
Wajar jika kakek-nenek memberi "sedikit kelonggaran" sebagai bentuk cinta. Selama tidak membahayakan dan masih dalam batas wajar, beri mereka kesempatan untuk menjadi kakek-nenek yang menyenangkan.
Keluarga Bukan Tentang Siapa yang Paling Benar
Perbedaan pola asuh bukan pertanda salah satu pihak lebih baik. Ini soal bagaimana dua generasi bisa saling mendukung dan menyesuaikan demi satu tujuan: anak tumbuh bahagia, sehat, dan seimbang.
Kalau Mom/Dad mulai merasa kewalahan atau hubungan dengan orang tua jadi tegang karena pola asuh anak, jangan ragu untuk berkonsultasi.
Klinik Tumbuh Kembang MyKidz hadir untuk mendampingi keluarga—baik orang tua maupun kakek-nenek—dalam menciptakan pola asuh yang selaras, sehat, dan penuh cinta. Di sini, Mom/Dad bisa mendapat panduan profesional, kelas parenting, hingga sesi konsultasi keluarga yang menyeluruh.
Karena membesarkan anak memang perlu kolaborasi lintas generasi.
Referensi:
• Lussier, G., Deater‐Deckard, K., Dunn, J., & Davies, L. (2002). Support across two generations: Children's closeness to grandparents following parental divorce and remarriage. Journal of Family Psychology, 16(3), 363–376.
• Buchanan, A., & Rotkirch, A. (2019). Grandfathers in the 21st century: The changing roles and perceptions of older men in families. Contemporary Social Science, 14(3-4), 317–330.
• Peterson, G.W., & Bush, K.R. (2012). Grandparenting in Divorced and Reconstituted Families. In: Handbook of Marriage and the Family (pp. 501–526). Springer.