Pentingnya Mengajarkan Jujur Pada Anak Sejak Dini

Dipublikasikan: Sabtu, 30 Agustus 2025

Waktu membaca: 3 menit

Penulis: Candra Widanarko

Editor: Candra Widanarko

MyKidz - Belakangan ini, berita tentang politik di Indonesia sering bikin kita geleng-geleng kepala. Ada anggota dewan minim etika, pejabat korupsi, ketidakjujuran dipertontonkan. Belum aparatur negara yang bicara bohong, lalu meralatnya di kemudian hari ketika banyak orang ramai mempertanyakan. Dan aksi turun ke jalan pun pecah.

Di satu sisi bikin lelah, tapi di sisi lain jadi pengingat penting: nilai kejujuran pada hari ini adalah barang mewah, yang harus dimiliki. Untuk itu, penting mengajarkannya pada anak, menanamkannya, menabung contoh, agar jadi bekal berharga bagi hidupnya kelak.  

Kalau kita berharap Indonesia tumbuh jadi bangsa yang kuat dan berintegritas, ya modalnya dimulai dari rumah: dari cara kita mengajarkan kebenaran, kejujuran, dan tidak mengambil hak orang lain kepada anak-anak kita.

Anak Kecil adalah Peniru Ulung

Iya! Anak kecil adalah peniru ulung. Mereka lebih cepat belajar dari contoh nyata daripada ceramah panjang. Kalau orang tuanya berani mengakui kesalahan, anak belajar bahwa jujur itu aman. Kalau orang tuanya menepati janji kecil, anak belajar bahwa kata-kata punya harga.

Menurut American Psychological Association (APA, 2023), kejujuran pada anak terkait langsung dengan perkembangan moral reasoning yaitu kemampuan berpikir tentang benar dan salah. Anak yang terbiasa jujur sejak dini lebih cenderung tumbuh dengan rasa tanggung jawab sosial dan empati tinggi.

Di Indonesia, dengan segala dinamika sosial dan politiknya, punya anak-anak yang tumbuh jadi pribadi jujur ibarat menanam pohon rindang di tengah cuaca panas: menyejukkan dan memberi harapan.

Bagaimana Cara Menanamkan Kejujuran pada Anak?

1. Mulai dari Hal Sehari-hari

Hal sederhana seperti mengakui kalau kita salah memanggil nama, lupa janji beli es krim, atau tidak sengaja menumpahkan air. Anak yang melihat orang tuanya berani jujur dalam hal kecil akan lebih mudah melakukan hal serupa.

Kadang orang tua tanpa sadar malah mengajarkan kebohongan kecil. Misalnya, “Bilang aja Mama nggak ada,” padahal Mama di rumah. Atau memberi contoh “jalan pintas” supaya urusan cepat selesai. Buat anak, ini sinyal bahwa bohong itu boleh asal ada alasan.

2. Jangan Hanya Melarang, Tapi Jelaskan

Kalau anak berbohong, jangan langsung dimarahi. Tanyakan: “Kenapa kamu bilang begitu?” Lalu jelaskan konsekuensinya dengan bahasa sederhana. Misalnya: “Kalau kamu bilang sudah gosok gigi padahal belum, nanti gigimu bisa sakit. Kalau kamu nggak bilang, maka nggak akan tahu penyebab sakit kamu. Yang rugi kamu juga, kan?" Pastikan kita mau mendengarkan anak, tidak buru-buru ngomel. Berbohong adalah hal yang salah, tapi kita perlu memahami mengapa mereka melakukannya. Jangan-jangan kita gampang ngomel ketika anak melakukan kesalahan. Daripada kena semprot, mereka memilih bohong. 

3. Ajarkan Soal Hak Orang Lain

Kejujuran bukan cuma soal berkata benar, tapi juga soal tidak mengambil yang bukan miliknya. Misalnya, mainan teman di sekolah. Anak perlu tahu: kalau ingin, minta izin; kalau selesai, kembalikan. Bahkan, anak perlu diajarkan untuk minta izin ketika menggunakan barang milik kakak/adik/orang tua. Mereka diajarkan mengenal batas. Hal ini juga berlaku pada saat antre di mini market atau di toilet umum. Menyerobot antrean sama saja dengan mengambil hak orang lain. 

4. Memperkenalkan Usaha, Bukan Tampilan

Hargai usahanya, bukan tampilan luarnya. Ingin dapat nilai bagus, maka belajarlah. Bila anak mengalami kesulitan, diberitahu bagaimana caranya. Jika ternyata nilainya tidak sesuai harapan, pujilah usahanya. Sehingga anak menganggap bahwa mencontek bukanlah jalan yang asyik. Baik itu harus, cakep itu bonus. 

Riset menunjukkan bahwa anak yang terbiasa berbohong sejak kecil berisiko mengembangkan pola serupa di masa remaja, bahkan dewasa (Talwar & Crossman, 2018).

Efek Jangka Panjang

Anak yang tumbuh dengan kejujuran biasanya lebih punya rasa percaya diri, lebih mudah dipercaya orang lain, dan punya relasi sosial yang sehat. Sebaliknya, kalau sejak kecil terbiasa menutupi kesalahan, mereka bisa tumbuh jadi remaja yang sulit mengakui kelemahan dan akhirnya lebih rentan pada masalah sosial maupun emosional. Bibit korupsi berawal dari ketidakjujuran, memelihara kebohongan, dan mementingkan pendapat orang lain atas penampilan.

Di tengah hiruk-pikuk politik dan berita tentang siapa yang benar dan siapa yang salah, kita bisa memulai dari lingkar terkecil: keluarga. Mengajarkan kejujuran pada anak memang butuh konsistensi, kadang melelahkan, tapi hasilnya akan terasa seumur hidup.

Kalau ingin tahu lebih jauh soal perkembangan moral dan emosional anak, Klinik Tumbuh Kembang MyKidz siap mendampingi. Karena membesarkan anak jujur itu bukan cuma soal hari ini, tapi tentang menyiapkan generasi Indonesia yang lebih baik. 

Foto: Karolina Grabowska/Pexels.com

Referensi:

• American Psychological Association. (2023). Moral Development in Children.
• Talwar, V., & Crossman, A. (2018). From little white lies to filthy liars: The evolution of honesty and deception in young children. Child Development Perspectives, 12(1), 24–29.
• CNN Indonesia. (2025). Berita politik terkini Indonesia.

Punya pertanyaan lain seputar layanan kami?