Overstimulasi Sensorik: Saat Kemeriahan Liburan Terasa Berat bagi si Kecil
Dipublikasikan: Rabu, 31 Desember 2025
Waktu membaca: 3 menit
MyKidz - Tahun Baru identik dengan kemeriahan: lampu warna-warni yang berkedip, musik yang diputar kencang di mal, aroma masakan yang kuat, hingga kerumunan keluarga besar yang ingin memeluk dan mencium si Kecil.
Bagi kita orang dewasa, ini adalah kegembiraan. Namun, bagi sebagian anak, terutama mereka yang memiliki sensitivitas sensorik tinggi, semua ini bisa terasa seperti "serangan" pada panca indera mereka. Saat otak tidak lagi mampu memproses tumpukan informasi sensorik tersebut, terjadilah apa yang disebut sebagai Sensory Overload (Kelebihan Beban Sensorik).
Mengenali Tanda Sensory Overload (Bukan Anak Nakal!)
Sering kali, anak yang mengalami overstimulasi dianggap "tidak sopan", "rewel", atau "nakal". Padahal, perilaku tersebut adalah sinyal darurat dari sistem saraf mereka.
Tanda-tanda yang perlu diwaspadai:
- Menutup Indera: Menutup telinga dengan tangan, memejamkan mata erat-erat, atau bersembunyi di bawah meja/di belakang kaki orang tua.
- Agitasi Mendadak: Menjadi sangat marah, menangis histeris (meltdown), atau mendadak sangat hiperaktif dan tidak bisa diam.
- Menolak Sentuhan: Menghindar atau marah saat akan dipeluk atau dicium oleh kerabat.
Kehilangan Kendali Diri: Tampak "kosong", tidak merespons saat dipanggil, atau justru menabrakkan diri ke benda-benda sekitar (mencari input sensorik yang lebih stabil).
Strategi Menghadapi Keramaian
Agar tetap nyaman bagi semua pihak, mari kita menyiapkan "Rencana Penyelamatan Sensorik" berikut:
1. Siapkan Sensory Kit (Tas Siaga)
Bawalah tas kecil berisi benda-benda yang bisa membantu anak menenangkan diri:
- Noise-Canceling Earmuffs: Sangat efektif untuk meredam musik keras atau suara riuh percakapan.
- Fidget Toys: Mainan yang bisa diremas atau diputar untuk membantu anak menyalurkan kecemasan.
- Kacamata Hitam: Jika lampu hiasan terasa terlalu silau bagi mereka.
- Camilan dengan Tekstur yang Disukai: Mengunyah sesuatu yang renyah atau kenyal bisa memberikan input proprioceptive yang menenangkan.
2. Strategi Quiet Zone (Zona Tenang)
Saat berkunjung ke rumah kerabat, langkah pertama yang harus dilakukan adalah mencari "titik aman".
- Mintalah izin kepada tuan rumah untuk menggunakan satu ruangan atau pojok yang tenang jika nanti si Kecil merasa kewalahan.
- Luangkan waktu 10-15 menit setiap jam untuk membawa anak ke zona tenang tersebut, meskipun mereka belum menunjukkan tanda stres. Ini adalah langkah pencegahan sebelum beban sensorik mereka penuh.
3. Berkomunikasi dengan Keluarga Besar
Ini adalah bagian tersulit bagi banyak orang tua. Gunakan kalimat yang tenang, lugas, dan edukatif:
"Terima kasih Om/Tante sudah menyambut kami. Si Kecil sedang agak kewalahan dengan keramaian hari ini. Mohon maaf jika dia belum mau dipeluk dulu ya, dia butuh waktu untuk merasa nyaman. Nanti kalau sudah tenang, dia pasti mau menyapa."
Memberikan batasan (boundaries) bukan berarti tidak sopan, melainkan cara kita melindungi kesejahteraan mental anak.
Kenapa Ini Penting?
Memaksakan anak yang sedang overstimulasi untuk tetap "sopan" dan berinteraksi hanya akan memperburuk situasi. Hal ini bisa memicu trauma ringan atau membuat anak mengasosiasikan liburan keluarga dengan rasa takut.
Dengan memberikan dukungan sensorik yang tepat, kita mengajarkan anak bahwa perasaan mereka valid dan orang tua adalah tempat yang paling aman bagi mereka.
Selamat merayakan kebersamaan dengan cara yang nyaman bagi si Kecil!
MyKidz, Sahabat Tumbuh Kembang Anak.
Foto: Pragyan Bezbaruah/Pexels.com
Referensi:
• Ayres, A. J. (2005). Sensory Integration and the Child. Western Psychological Services.
• Miller, L. J. (2014). Sensational Kids: Hope and Help for Children with Sensory Processing Disorder (SPD). Perigee Books.
• Dunn, W. (2007). Supporting Children to Participate Successfully in Everyday Life by Using Sensory Processing Knowledge. Infants & Young Children.