Label Negatif Menghambat Perkembangan Rasa Percaya Diri dan Self Esteem Anak
Dipublikasikan: Rabu, 23 April 2025
Waktu membaca: 3 menit
Klinik MyKidz – "Adek, kok, cengeng, sih? Dikit-dikit nangis." Tanpa sengaja atau disadari, Mama mungkin pernah berkomentar kepada anak seperti itu. Bukannya tenang, si Adek malah makin ngegas nangisnya.
Kedengarannya, sih, sepele, ya. Namun, dampak pelabelan negatif pada anak bisa sangat buruk dan berjangka panjang. Hal ini diyakini bisa menghambat perkembangan rasa percaya diri dan self esteem si kecil.
Carol S.Dweck, psikolog dari Stanford University dalam bukunya, Mindset: The New Psychology of Success, menjelaskan, label negatif yang kita berikan pada anak bisa menanamkan fixed mindset atau pola pikir yang menetap.
Misalnya, ketika anak dilabeli nakal, cengeng, penakut, ia akan mulai belajar memercayai bahwa kondisi tersebut adalah bagian dari dirinya. Lambat laun ia akan menerima cap buruk yang dilekatkan padanya dan tidak memiliki motivasi untuk berubah. Di sisi lain, bila anak “menolak” label itu, ia akan merasa stres dan menunjukkan perilaku “memberontak”.
Lebih jauh, studi yang dipublikasikan dalam Journal of Abnormal Child Psychology menyebutkan, anak-anak yang sering dilabeli negatif cenderung lebih punya masalah perilaku di masa depan. Label negatif ini semacam "ramalan yang terwujud dengan sendirinya" (self-fulfilling prophecy). Label tersebut seolah mengarahkan anak mulai bertindak sesuai dengan label yang diberikan padanya.
Terus-menerus mengkritik dan memberi label negatif juga dapat merusak hubungan antara Mama-Papa dan si kecil, lo. Pola komunikasi ini potensial menciptakan jarak emosional dan berkurangnya rasa aman pada anak.

Tiga Cara Menghindari Pemberian Label Negatif
Bagaimana menghindari godaan untuk memberi label tertentu pada si kecil? Tiga hal ini dapat Mama-Papa terapkan dalam berinteraksi dengan si kecil.
1. Fokus pada perilakunya.
Ketika anak memukul temannya, ketimbang berkata, "Kamu nakal sekali!", cobalah untuk mengatakan, "Memukul teman itu tidak baik, ya, sayang. Sakit, lo, dipukul itu." Kita mencoba memperbaiki perilakunya, bukan mencela pribadinya.
2. Memberikan penilaian spesifik.
Berikan penghargaan atas upaya dan kemajuan anak secara spesifik dan jelas. Misalnya, "Kamu pintar, ya, mau bergantian main mobil-mobilannya dan enggak berebutan." Dari situ anak bisa paham perilaku yang diharapkan dalam sebuah situasi.
3. Menikmati prosesnya.
Jangan melulu mengejar hasil. Ingatlah, anak sedang dalam proses belajar dan berkembang. Nikmati fase ini bersama-sama. Yang dibutuhkan si kecil adalah dukungan Mama. So, berikan anak lingkungan yang aman, nyaman, dan penuh kasih sayang.
Sebagai orangtua, kita memang harus lebih bijak dalam menyikapi perilaku buah hati, ya, Ma-Pa. Jangan ragu untuk berkonsultasi dengan tenaga profesional berpengalaman. Klinik MyKidz siap membantu Mama-Papa dalam memastikan buah hati tumbuh dan berkembang optimal. (*)