Minuman untuk Anak: Apa Saja yang Harus Dibatasi dan Dihindari?
Dipublikasikan: Sabtu, 5 Oktober 2024
Waktu membaca: 3 menit
Klinik MyKidz – Menelusuri lorong-lorong supermarket, Mama akan melihat banyak minuman yang dipasarkan untuk anak-anak. Tak sedikit di antaranya seperti minuman sehat, tetapi apakah benar-benar baik untuk tumbuh-kembang si kecil? Jika Mama tergiur untuk memperkenalkan aneka minuman itu kepada si kecil, tunggu dulu! Mama perlu tahu, apa yang Mama tawarkan kepada si kecil untuk diminum dalam 5 tahun pertama kehidupannya dapat membentuk preferensi rasa seumur hidup.
Sebenarnya, pilihan minuman terbaik untuk anak gampang saja, Ma. Hanya ada dua pilihan terbaik, yaitu air putih dan susu murni. Air putih menyediakan hidrasi yang kita semua (termasuk si kecil) butuhkan untuk hidup. Susu menyediakan kalsium, vitamin D, protein, vitamin A, dan seng―semuanya penting untuk pertumbuhan dan perkembangan yang sehat. Anak-anak usia 12—24 bulan disarankan minum susu murni, sedangkan anak-anak dua tahun ke atas disarankan minum susu tanpa lemak (skim) atau rendah lemak (1 persen). Jika sejak awal sudah diperkenalkan dengan air putih dan susu murni, si kecil cenderung akan terus meminumnya seiring bertambahnya usia.
Pada bayi, air boleh diberikan setelah bayi mengonsumsi makanan padat atau setelah 6 bulan. Selama 6 bulan pertama kehidupannya, bayi hanya minum ASI tanpa tambahan cairan lain atau makanan apa pun. Jika oleh suatu sebab, Mama tidak dapat memberikan ASI kepada si kecil, bicarakan dengan dokter.
Asupan Air dan Susu Harian yang Disarankan untuk Bayi & Anak Kecil
# Air
- Usia 6—12 bulan = 4—8 ons (0,5—1 cangkir) per hari.
- Usia 12—24 bulan = 8—32 ons (1—4 cangkir) per hari.
- Usia 2—5 tahun = 8—40 ons (1—5 cangkir) per hari.
# Susu Sapi*
- Usia 12—24 bulan = 16 ons (2 cangkir) per hari.
- Usia 2—5 tahun = 16—24 ons (2—3 cangkir) per hari.
*Anak-anak usia 12—24 bulan disarankan minum susu murni, sedangkan anak-anak usia 2 tahun ke atas disarankan minum susu tanpa lemak (skim) atau rendah lemak (1%).
Bukan cuma kebiasaan baik, Ma. Kebiasaan buruk juga dapat terbentuk sejak dini. Anak-anak yang diperkenalkan dengan minuman manis di usia dini akan lebih menyukai minuman tersebut seiring bertambahnya usia. Hal yang sama berlaku pula untuk preferensi makanan. Namun, kita tidak dapat menutup mata dari kemungkinan si kecil akan terpapar minuman lain, selain air putih dan susu murni, pada suatu waktu nanti. Beberapa minuman boleh saja dikonsumsi anak, tetapi harus dibatasi. Beberapa minuman lainnya lebih baik hindari saja karena dapat membahayakan kesehatan anak.
Minuman yang Perlu Dibatasi Asupannya pada Anak
# Jus buah 100%.
Mama mungkin bingung, mengapa minum jus buah murni pada anak harus dibatasi? Bagaimanapun, mengonsumsi buah utuh jauh lebih baik daripada minum jus buah, sekalipun terbuat dari buah 100%. Selain karena mengandung gula (alami) dan kalori yang tinggi, jus buah juga rendah serat sehat yang ditemukan dalam buah utuh. Setelah anak-anak mulai minum jus, karena rasanya yang manis, mungkin sulit untuk membatasi porsinya atau membuat mereka lebih suka air putih. Oleh karena itu, sejak awal pemberiannya sudah harus dibatasi.
Asupan jus buah yang disarankan:
- Anak usia 1—3 tahun tidak boleh lebih dari 4 ons (120 ml) per hari.
- Anak usia 4—6 tahun tidak boleh lebih dari 4—6 ons (120—180 ml) per hari.
- Anak usia 7—18 tahun tidak boleh lebih dari 8 ons per hari.
- Anak-anak yang lebih besar, jus hanya disarankan jika buah utuh tidak tersedia.
Untuk anak usia di bawah 12 bulan, American Academy of Pediatrics (AAP) menganjurkan tidak memberikan jus buah, karena jus buah tidak menyediakan manfaat gizi bagi bayi dalam kelompok usia ini.
Konsumsi buah utuh tetap lebih baik dari minum jus buah. Buah utuh menyediakan serat dan nutrisi lainnya yang dibutuhkan tubuh. Jus buah tidak menawarkan manfaat gizi yang lebih baik daripada buah utuh. Selain itu, jus buah dapat meningkatkan risiko kerusakan gigi dan menyebabkan penambahan berat badan berlebihan. Yang juga penting, anak-anak akan lebih menyukai rasa manis jus buah daripada air putih. Anak-anak harus didorong untuk memakan buah utuh dan diberikan edukasi tentang manfaat buah dibandingkan dengan jus.
# Smoothie
Minuman campuran yang lembut ini dapat menjadi camilan yang baik untuk memenuhi kebutuhan nutrisi si kecil. Berbeda dari membuat jus, mencampur buah dan sayuran menjadi smoothie akan mempertahankan seluruh makanan, sehingga seratnya tetap utuh. Anak-anak bisa mendapatkan vitamin, mineral, protein, dan serat dari smoothie. Mama dapat “menyelipkan” kale, sawi, atau bayam—yang biasanya tidak akan “disentuh” si kecil—ke dalam smoothie. Porsi sayuran agar lebih banyak ketimbang buah untuk menghindari terlalu banyak gula dari buah.
Yang penting diperhatikan:
- Tidak memasukkan gula tambahan ke dalam smoothie.
- Tetap memberikan buah dan sayuran utuh, terutama kepada anak-anak yang masih kecil yang sedang belajar makan dan mengembangkan preferensi makanan.
- Pilih bahan-bahan yang tepat untuk dicampur, sebaiknya kombinasi sayuran, buah dalam jumlah terbatas, dan susu.
- Tidak menggunakan smoothie untuk menghilangkan dahaga anak sepanjang waktu.
Contoh resep smoothie:
- Resep 1: 8 ons susu, 1 pisang, 1 sdt selai kacang, dan es.
- Resep 2: ½ cangkir yoghurt rendah gula, 1 pisang, 3 stroberi, kale, dan es.
Minuman yang Sebaiknya Dihindari Anak
# Minuman manis.
Tidak ada orangtua yang akan menyendokkan gula beberapa sendok dan menaruhnya ke dalam gelas berisi air, mengaduknya, lalu memberikannya kepada balita sambil berkata, “Minumlah!” Namun, pada dasarnya itulah yang diminum si kecil saat ia mengonsumsi minuman buah (yang mengandung gula tambahan dan kurang dari 100% jus), limun, soda, air vitamin, minuman olahraga, dan minuman lain yang mengandung gula tambahan. Minuman ini termasuk sumber gula olahan terbesar dalam makanan anak-anak dan penyebab utama obesitas serta kerusakan gigi pada anak, selain juga dapat meningkatkan risiko penyakit jantung, diabetes, dan penyakit hati berlemak.
Untuk minuman manis, aturannya jelas: Mama tidak boleh memberikan minuman manis yang mengandung gula untuk si kecil yang berusia di bawah 2 tahun. Bagaimana dengan anak-anak yang lebih besar? Yang terbaik tetaplah menghindari minuman manis. Namun jika sudah terpapar, usahakan untuk membatasinya sedapat mungkin. Minuman manis mencegah kebiasaan minum air putih dan dapat menambah kalori "kosong" ekstra pada makanan. Minuman ini juga dapat membuat si kecil tidak terlalu lapar untuk mendapatkan makanan bergizi yang benar-benar ia butuhkan.
# Susu balita.
Susu ini biasanya dipasarkan oleh perusahaan sufor (susu formula) sebagai "tahap selanjutnya" atau "transisi" untuk menghentikan pemberian ASI atau sufor. Bagi kebanyakan anak, susu balita tidak memberikan manfaat gizi yang lebih baik daripada makanan seimbang yang mencakup ASI dan/atau susu sapi. Susu ini juga lebih mahal dan mengandung gula tambahan, yang dapat membuat perut si kecil penuh sehingga mereka tidak ingin mengonsumsi makanan yang lebih sehat. Jadi, susu balita tidak diperlukan, ya, Ma.
# Susu beraroma.
Susu cokelat, stroberi, dan susu beraroma lainnya mengandung gula tambahan, yang seharusnya dihindari pada anak-anak usia di bawah 2 tahun. Anak-anak usia 2—5 tahun juga harus menghindari susu beraroma untuk meminimalkan asupan gula tambahan dan menghindari munculnya preferensi terhadap rasa manis. Kecenderungan awal untuk mengonsumsi susu beraroma dapat mempersulit mereka untuk menerima susu biasa.
# Minuman yang mengandung stevia atau pemanis buatan.
Risiko kesehatan dari stevia atau pemanis buatan bagi anak-anak belum dipahami dengan baik. Oleh karena itu, sebaiknya hindari minuman yang mengandung pemanis, meskipun minuman tersebut bebas kalori.
# Minuman berkafein.
Mama mungkin tidak menyadari, minuman, seperti es teh, minuman olahraga, air vitamin, dan soda, mengandung kafein atau stimulan lainnya—seolah-olah gula dan kalori tambahan dalam minuman ini belum cukup buruk. Anak-anak kecil jauh lebih rentan terhadap efek kafein daripada orang dewasa. Selain mengganggu waktu tidur dan tidur siang, kafein dapat menyebabkan kegelisahan, sakit kepala, masalah perut, dan kesulitan berkonsentrasi. Oleh karena itu, anak-anak sebaiknya dihindari dari semua minuman berkafein.
Bagaimana dengan “Susu” Nabati?
“Susu” nabati adalah “susu” yang berasal dari tumbuhan, seperti kedelai, almond, kelapa, kacang mete, dan macadamia. Penggunaan kata/nama “susu” pada “susu” nabati—kerap disebut juga alternatif susu atau “susu” non-susu—sebenarnya kurang tepat, karena implikasinya adalah semua produk yang disebut "susu" adalah pengganti yang setara satu sama lain. Padahal, nilai gizi susu sapi tidak tertandingi oleh “susu” nabati. Susu sapi merupakan sumber nutrisi bagi anak-anak. Susu sapi mengandung protein berkualitas tinggi dan merupakan sumber kalsium serta vitamin D yang sangat baik.
Jika Mama ingin si kecil minum susu untuk mendapatkan manfaat gizi, maka “susu” non-susu atau “susu” nabati tidaklah menyediakan manfaat gizi yang dibutuhkan oleh si kecil. Bukan berarti “susu” nabati tidak sehat, tetapi juga tidak selalu berarti sehat. Hanya saja, kandungan protein “susu” non-susu tidak sebanyak susu sapi. Produk "susu" nabati juga mengandung zat aditif, seperti minyak, dan tidak selalu diperkaya dengan zat gizi mikro yang diperlukan. Produk ini juga mengandung konsentrasi zat yang lebih tinggi dari biasanya, seperti kacang-kacangan, yang dapat memicu reaksi, semisal sakit perut.
Jadi, meski bahan-bahan dalam produk “susu” nabati tidak selalu berbahaya bagi kebanyakan anak, tetap saja akan berbahaya jika Mama mengandalkannya. Mengganti susu dengan sesuatu yang lain dapat menyebabkan kekurangan gizi dan konsumsi berlebihan. Secara gizi, tidak ada yang lebih baik daripada susu sapi. Jika buah hati Mama, oleh suatu sebab, tidak dapat mengonsumsi susu sapi, konsultasikan dengan dokter anak atau ahli gastroenterologi anak untuk memastikan si kecil mendapatkan nutrisi yang cukup dan diet seimbang demi tumbuh-kembangnya yang optimal. (*)
Sumber: