Kenali 4 Jenis Pola Asuh dan Efeknya pada Anak
Dipublikasikan: Rabu, 9 Oktober 2024
Waktu membaca: 3 menit
Klinik MyKidz – Setiap pola asuh memiliki karakteristiknya sendiri dan memberikan efek atau pengaruh yang berbeda pula pada anak. Menurut para peneliti, ada hubungan antara pola asuh yang diterapkan orangtua dan dampaknya pada anak-anak mereka. Bahkan, beberapa peneliti berpendapat, efeknya dapat terbawa hingga dewasa.
Tahun 1960-an, psikolog Diana Baumrind melakukan penelitian terhadap lebih dari 100 anak usia prasekolah. Ia mengidentifikasi dimensi-dimensi penting dari pola asuh yang mencakup strategi disiplin, kehangatan dan pengasuhan, gaya komunikasi, serta ekspektasi kedewasaan dan kendali/kontrol.
Berdasarkan dimensi-dimensi tersebut, Baumrind menyatakan, mayoritas orangtua memperlihatkan satu dari tiga pola asuh yang berbeda. Penelitian selanjutnya oleh Maccoby dan Martin menyarankan untuk menambahkan pola asuh keempat. Empat jenis pola asuh itu adalah otoriter, permisif, otoritatif, dan pola asuh yang tidak terlibat atau mengabaikan (neglectful).
1. Pola Asuh Otoriter
Orangtua yang otoriter sering digambarkan sebagai orang yang mendominasi dan diktator. Mereka memiliki tuntutan yang tinggi, tetapi tidak terlalu responsif terhadap anak-anak mereka. Mereka mengharapkan anak-anak mengikuti aturan ketat yang mereka tetapkan, tetapi tidak menjelaskan alasan di balik aturan-aturan tersebut. Jika anak-anak gagal melakukannya atau tidak taat aturan, bersiaplah untuk menerima hukuman yang sering kali keras—termasuk hukuman fisik, seringnya berupa pukulan.
Efek Pola Asuh Otoriter
Anak berkembang menjadi seorang yang penurut dan cekatan, tetapi dapat juga menjadi pencemas, kurang percaya diri, dan kurang memiliki motivasi intrinsik. Anak juga cenderung berbohong untuk menghindari hukuman.
Anak-anak dari orangtua yang otoriter mungkin:
- Bertindak takut atau terlalu malu di sekitar orang lain.
- Mengasosiasikan kepatuhan dan kesuksesan dengan cinta.
- Mudah menyesuaikan diri, tetapi juga mengalami depresi dan kecemasan.
- Menunjukkan perilaku yang lebih agresif terhadap orang lain.
- Menunjukkan lebih sedikit perilaku prososial.
- Mengalami kesulitan dalam situasi sosial karena kurangnya kompetensi sosial.
- Memiliki harga diri yang lebih rendah.
- Memiliki lebih banyak gejala negatif, seperti hiperaktif dan masalah perilaku.
- Berjuang dengan kontrol diri karena mereka jarang dapat membuat pilihan dan mengalami konsekuensi alami.
2. Pola Asuh Permisif
Terkadang disebut juga pola asuh yang memanjakan—orangtua hanya menuntut sedikit dari anak-anaknya. Orangtua seperti ini jarang mendisiplinkan anak-anaknya karena mereka memiliki ekspektasi yang relatif rendah terhadap kedewasaan dan pengendalian diri.
Ciri-ciri orangtua yang permisif:
- Biasanya sangat mengasuh dan menyayangi anak-anak mereka.
- Meminta pendapat anak-anak mereka tentang keputusan-keputusan besar.
- Menekankan kebebasan anak-anak mereka daripada tanggung jawab.
- Memiliki sedikit aturan atau standar perilaku—aturan apa pun yang mereka miliki tidak konsisten.
- Mungkin menggunakan suap/iming-iming, seperti mainan, hadiah, dan makanan sebagai cara untuk membuat anak berperilaku baik.
- Sering terlihat lebih seperti teman daripada orang tua.
- Hanya memberikan sedikit jadwal atau struktur.
- Jarang menegakkan segala jenis konsekuensi.
Efek Pola Asuh Permisif
Sering kali menghasilkan anak-anak yang kurang bahagia dan kurang mampu mengatur diri sendiri atau kesulitan menetapkan batasan bagi dirinya sendiri. Anak-anak ini cenderung melakukan perilaku berisiko tinggi dan berprestasi buruk di sekolah.
3. Pola Asuh Otoritatif
Orangtua otoritatif juga menetapkan aturan dan pedoman yang diharapkan dipatuhi oleh anak-anak mereka. Namun, berbeda dari pola asuh otoriter, pola asuh otoritatif jauh lebih demokratis—orangtua menetapkan tuntutan yang wajar dan responsif terhadap kebutuhan anak. Meski memiliki harapan yang tinggi, orangtua juga memberikan sumber daya dan dukungan yang diperlukan untuk mencapai harapan tersebut.
Orangtua otoritatif mau mendengarkan anak-anaknya dan memberikan cinta serta kehangatan, selain juga batasan dan disiplin yang adil. Ketika anak-anak gagal memenuhi harapan, orangtua lebih memilih memberikan penguatan positif, seperti mengayomi dan memaafkan, daripada menghukum. Mereka ingin membesarkan anak-anak yang bertanggung jawab secara sosial, kooperatif, dan mampu mengatur/mengontrol diri sendiri.
Pola Asuh Otoritatif vs Pola Asuh Otoriter
- Otoritatif: Memerintah tapi mendukung VS Otoriter: Ketat dan tidak mendukung.
- Otoritatif: Berfokus pada penguatan perilaku yang diinginkan VS Otoriter: Berfokus pada pemberian hukuman atas kesalahan.
- Otoritatif: Memberikan struktur, pedoman, dan harapan VS Otoriter: Aturan yang sering kali ditegakkan secara ketat.
- Otoritatif: Keterlibatan yang signifikan dalam kehidupan seorang anak VS Otoriter: Keterlibatan kecil dalam kehidupan seorang anak.
Efek Pola Asuh Otoritatif
Anak-anak dari orangtua yang otoritatif mungkin:
- Percaya diri akan kemampuan mereka untuk mempelajari hal-hal baru.
- Mengembangkan keterampilan sosial yang baik.
- Memiliki kontrol dan pengaturan emosi yang baik.
- Cenderung memiliki watak yang lebih bahagia.
Penelitian menunjukkan, pola asuh otoritatif dikaitkan dengan:
- Kreativitas
- Kepuasan hidup di kalangan remaja dan dewasa muda.
- Kemampuan memecahkan masalah.
- Harga diri.
- Regulasi emosi.
- Kemandirian
- Hubungan
- Kepercayaan diri.
4. Pola Asuh yang Tidak Terlibat
Pola asuh yang tidak terlibat atau mengabaikan (neglectful) ditandai dengan rendahnya daya tanggap orangtua dan tuntutan orangtua. Mereka tidak merespons dengan baik terhadap kebutuhan anak-anak mereka dan hanya memberikan sedikit kasih sayang, dukungan, atau cinta. Mereka juga hanya sedikit menuntut anak-anak, jarang menetapkan aturan, dan tidak memberikan panduan atau harapan untuk berperilaku.
Meskipun memenuhi kebutuhan dasar anak, orangtua umumnya tidak terlibat dalam kehidupan anak-anak. Mereka mungkin memastikan anak-anak diberi makan dan memiliki tempat tinggal, tetapi hanya menawarkan sedikit atau tidak sama sekali dalam hal bimbingan, struktur, aturan, atau bahkan dukungan.
Orangtua mungkin tampak acuh tak acuh, tidak responsif, dan meremehkan. Dalam beberapa kasus, orangtua mungkin menolak atau mengabaikan kebutuhan anak-anak mereka dan mungkin juga melakukan kekerasan secara fisik atau emosional.
Karakteristik umum orangtua yang tidak terlibat atau mengabaikan:
- Secara emosional jauh dari anak-anak.
- Membatasi interaksi dengan anak-anak karena orangtua terlalu terbebani oleh masalah mereka sendiri.
- Memberikan sedikit atau tidak ada pengawasan.
- Menetapkan sedikit atau tidak sama sekali harapan atau tuntutan perilaku.
- Menunjukkan sedikit kehangatan, cinta, dan kasih sayang kepada anak-anak.
- Melewatkan acara sekolah dan pertemuan orangtua-guru.
Efek Pola Asuh yang Tidak Terlibat
Anak-anak yang dibesarkan dengan pola asuh ini cenderung kurang memiliki kontrol diri, memiliki tingkat kenakalan yang lebih tinggi, serta kemandirian yang buruk dan rasa percaya diri yang rendah. Sebuah studi (2019) menemukan, anak-anak yang dibesarkan oleh orangtua yang mengabaikan cenderung mengalami kesulitan di sekolah, mengalami lebih banyak depresi, memiliki hubungan sosial yang lebih buruk, mengalami kesulitan mengendalikan emosi, dan mengalami lebih banyak kecemasan.
Dari keempat jenis pola asuh tersebut, pola asuh otoritatif sering dianggap sebagai pendekatan yang paling efektif. Namun, harus diingat, banyak faktor lain yang juga memengaruhi perkembangan seorang anak, termasuk budaya, temperamen anak, persepsi anak terhadap perlakuan orangtua, dan pengaruh sosial. Dengan memahami keempat jenis pola asuh dapat membantu Mama-Papa mengeksplorasi berbagai pendekatan dalam mengasuh buah hati tercinta. (*)
Sumber: