13 Februari – Hari Kesadaran Anemia Sedunia: Mengenal Anemia pada Anak dan Tips Pencegahannya
Dipublikasikan: Kamis, 13 Februari 2025
Waktu membaca: 3 menit
Klinik MyKidz – World Anemia Awareness Day atau Hari Kesadaran Anemia Sedunia diperingati pada 13 Februari setiap tahunnya. Anemia merupakan masalah kesehatan masyarakat global yang serius, terutama menyerang anak-anak dan wanita.
Hari Kesadaran Anemia Sedunia dicetuskan pada 2022 oleh Human Touch Media Foundation dan Society for the Advancement of Patient Blood Management (SABM) sebagai respons terhadap isu global anemia dan kekurangan zat besi yang terutama menyerang wanita dan anak-anak.
Secara global, diperkirakan 40 persen dari seluruh anak berusia 6—59 bulan, 37% wanita hamil, dan 30% wanita berusia 15—49 tahun terkena anemia.”
Apa Itu Anemia?
Anemia merupakan kelainan darah. Anemia terjadi saat seseorang tidak memiliki cukup sel darah merah atau sel darah merahnya tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
Anak-anak yang mengalami anemia berarti jumlah sel darah merah dalam tubuhnya menurun di bawah normal untuk usia anak.
Sel darah merah mengandung hemoglobin, protein berpigmen khusus yang memungkinkannya membawa dan menyalurkan oksigen ke sel-sel lain dalam tubuh.
Oksigen dibutuhkan oleh sel-sel di otot dan organ untuk bertahan hidup, sehingga berkurangnya jumlah sel darah merah dapat menimbulkan stres pada tubuh.
Pertumbuhan yang cepat merupakan penyebab potensi anemia pada anak. Ini berarti, tahun pertama kehidupan dan masa remaja adalah dua kelompok usia yang sangat rentan terhadap anemia.
Jenis-jenis Anemia
Ada banyak jenis anemia, ada yang diwariskan dan ada yang didapat. Beberapa jenis memiliki gejala ringan yang dapat diatasi dengan pengobatan. Anemia berat dapat mengancam jiwa. Anemia berat juga dapat menjadi gejala kondisi serius, seperti kanker.
Anak dapat mengalami anemia jika tubuhnya tidak menghasilkan cukup sel darah merah. Hal ini terjadi jika anak tidak memiliki cukup zat besi atau nutrisi lain dalam makanannya (misalnya, anemia defisiensi zat besi).
Selain itu, anak juga dapat mengalami anemia jika tubuhnya menghancurkan terlalu banyak sel darah merah. Jenis anemia ini biasanya terjadi ketika seorang anak memiliki penyakit bawaan atau mewarisi kelainan sel darah merah (misalnya, anemia sel sabit).
Anemia pada anak juga dapat terjadi ketika anak kehilangan sel darah merah melalui perdarahan—bisa berupa kehilangan darah yang nyata, seperti perdarahan menstruasi yang banyak, atau kehilangan darah ringan dalam jangka panjang, mungkin melalui tinja.
Anemia defisiensi zat besi merupakan jenis anemia paling umum pada anak. Biasanya disebabkan pola makan yang rendah zat besi. Tubuh membutuhkan zat besi untuk membentuk hemoglobin.
Zat besi juga berperan dalam banyak fungsi lain, seperti pertumbuhan dan perkembangan serta kesehatan otot, kulit, dan rambut.
Gejala Anemia pada Anak
Umumnya, anemia ditandai dengan:
- Kulit, pipi, dan bibir pucat.
- Lapisan kelopak mata dan dasar kuku terlihat kurang merah muda dari biasanya.
- Menjadi pemarah (mudah tersinggung) atau rewel.
- Kurang tenaga.
- Mudah lelah (fatigue), lebih sering tidur siang.
Anak-anak dengan kerusakan sel darah merah dapat mengalami penyakit kuning (menguningnya kulit atau mata) dan memiliki urine berwarna gelap, seperti teh atau cola.
Anak-anak dengan kadar zat besi yang rendah dalam darah juga dapat menunjukkan perilaku “pica”, yaitu memakan benda-benda yang bukan makanan, seperti es, tanah liat, kertas kardus, dan tepung maizena. Perilaku ini biasanya berhenti setelah anak mendapatkan pengobatan anemia dengan suplemen zat besi.
Anak-anak dengan anemia berat dapat memiliki tanda dan gejala tambahan, seperti:
- Sesak napas.
- Denyut jantung cepat.
- Tangan dan kaki bengkak.
- Sakit kepala.
- Pusing dan pingsan.
- Sindrom kaki gelisah.
Anemia defisiensi zat besi pada anak-anak dapat menyebabkan keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan, serta infeksi yang lebih tinggi karena zat besi juga mendukung sistem kekebalan tubuh.”
Mencegah Anemia pada Anak
# Pemberian suplemen zat besi.
Selama empat bulan pertama kehidupan, bayi memiliki cukup persediaan zat besi (yang diperoleh dari ibunya pada tiga bulan terakhir kehamilan) untuk pertumbuhan awalnya. Setelah itu, cadangan zat besinya akan menurun dan seiring pertumbuhannya, kebutuhan bayi akan zat besi pun meningkat.
Bayi yang diberi ASI biasanya mendapatkan cukup zat besi dari ASI, sedangkan bayi yang diberi susu formula harus menerima susu formula yang diperkaya zat besi.
American Academy of Pediatrics (AAP)merekomendasikan agar bayi diberi ASI secara eksklusif selama 6 bulan pertama setelah lahir. Selanjutnya, bayi diperkenalkan dengan makanan pendamping untuk mendapatkan cukup zat besi dari makanannya.
# Minum susu tidak lebih dari dua cangkir per hari.
Setelah si kecil berusia setahun, hindari memberikan susu sapi lebih dari dua cangkir sehari. Menurut American Society of Hematology, anak-anak yang minum lebih dari 16—24 ons (2—3 cangkir) susu sapi per hari berisiko lebih tinggi terkena anemia defisiensi zat besi.
Ini beberapa alasannya:
- Susu rendah zat besi.
- Mengonsumsi terlalu banyak dapat membuat anak merasa kenyang, sehingga dapat mengurangi jumlah makanan kaya zat besi lainnya.
- Sistem pencernaan anak tidak dapat menyerap zat besi dari susu sapi dengan baik. Tinjauan pada 2023 mencatat hanya 10% zat besi dalam susu sapi yang diserap dibandingkan dengan 50% zat besi dalam ASI.
# Mengurangi minum teh.
Beberapa penelitian menemukan, anak-anak yang minum teh lebih mungkin mengalami anemia defisiensi besi.
Salah satu alasannya adalah kandungan tanin dalam teh menurunkan kemampuan tubuh untuk menyerap zat besi.
Alasan lainnya, anak-anak mungkin terlalu kenyang untuk makan setelah minum teh, sama halnya dengan terlalu banyak mengonsumsi susu.
# Diet seimbang dengan makanan mengandung zat besi.
Zat besi dalam makanan memiliki dua bentuk utama, yaitu heme dan nonheme. Tumbuhan mengandung zat besi nonheme. Daging dan makanan laut mengandung zat besi heme dan nonheme.
Tubuh (baik anak maupun dewasa) tidak menyerap zat besi nonheme semudah zat besi heme. Agar tubuh dapat menyerap lebih banyak zat besi, sajikan makanan kaya zat besi bersama makanan yang kaya vitamin C, seperti jeruk, kiwi, brokoli, tomat, stroberi, paprika, pepaya, melon, dan ubi jalar
Mama-Papa, bagaimana dengan kecukupan zat besi buah hati? Jika sekiranya Mama-Papa kurang yakin, jangan segan untuk menghubungi Klinik MyKidz. Mama-Papa juga bisa mendapatkan rekomendasi dari ahlinya di Klinik MayKidz tentang cara memenuhi kebutuhan zat besi khusus untuk buah hati Mama-Papa. (*)
Sumber: