Si Kecil Pilih-Pilih Makanan? Sebagian Besar Dipengaruhi Faktor Genetik, Menurut Studi

Dipublikasikan: Rabu, 26 Februari 2025

Waktu membaca: 3 menit

Penulis: Julie

Editor: Julie

Klinik MyKidz – Tiada hari tanpa keributan di meja makan, mungkin itulah yang terjadi setiap kali orangtua—biasanya para ibu—menghadapi buah hati yang “hobi” pilah-pilih makanan.

Membujuk buah hati untuk mencoba sepotong kecil kuntum brokoli saja butuh perjuangan, ya, Ma. Apalagi memintanya untuk menghabiskan semangkuk kecil sayur bayam.

Kalau sudah begitu, tak jarang kita “diganggu” oleh rasa bersalah karena telah memberikan pola asuh yang buruk. Duh!

Tidak, Ma, itu bukan salah Mama! Bisa jadi perilaku buah hati yang suka pilih-pilih makanan ada kaitannya dengan faktor genetik.

Masa, sih?

Sebuah studi yang dipimpin oleh peneliti dari University College London (UCL), King's College London, dan University of Leeds menemukan, perilaku pilih-pilih makanan sebagian besar dipengaruhi oleh faktor genetik dan merupakan sifat yang stabil dari masa balita hingga remaja awal.

Melansir dari laman UCL (20/9/2024), tim peneliti membandingkan hasil survei orangtua dengan anak kembar identik dan non-identik di Inggris dan Wales usia 16 bulan hingga 13 tahun.

Mereka menemukan, tingkat rata-rata pilih-pilih makanan relatif stabil selama periode ini dan mencapai puncaknya sekitar usia tujuh tahun, lalu sedikit menurun setelahnya.

Para peneliti menyimpulkan, perbedaan genetik dalam populasi menyumbang 60 persen perilaku pilih-pilih makanan pada usia 16 bulan, kemudian meningkat hingga 74 persen dan seterusnya setelah usia 3—13 tahun.

Faktor lingkungan yang dialami bersama oleh si kembar, seperti jenis makanan yang dimakan di rumah, ditemukan hanya signifikan pada masa balita.

Tak demikian halnya dengan faktor lingkungan yang unik untuk setiap saudara kembar—tidak dialami oleh saudara kembarnya. Pengalaman pribadi individu ini, seperti memiliki teman yang berbeda, menjadi lebih berpengaruh pada tahun-tahun berikutnya.

Pilih-pilih makanan menggambarkan kecenderungan untuk mengonsumsi sedikit jenis makanan akibat selektivitas terhadap tekstur atau rasa atau keengganan untuk mencoba makanan baru.

Penulis utama, Dr. Zeynep Nas (UCL Behavioural Science & Health), mengatakan perilaku pilih-pilih makanan umum terjadi pada anak-anak dan dapat menjadi sumber kecemasan utama bagi orangtua dan pengasuh. Mereka sering kali menyalahkan diri sendiri atau malah disalahkan oleh orang lain.

"Kami berharap temuan kami bahwa anak yang pilih-pilih makanan, sebagian besar merupakan bawaan lahir, dapat membantu mengurangi rasa bersalah orangtua. Perilaku ini bukan merupakan hasil dari pola asuh,” katanya.

Penelitian juga menunjukkan, perilaku pilih-pilih makanan tidak selalu hanya sebuah “fase”,  tetapi dapat berlanjut seiring bertambahnya usia anak.

Meskipun faktor genetik merupakan pengaruh utama terhadap perilaku pilih-pilih makanan, lingkungan juga memainkan peran pendukung, kata penulis senior, Dr. Clare Llewellyn (UCL Behavioural Science & Health), “Faktor lingkungan yang sama, seperti makan bersama sekeluarga, hanya signifikan pada masa balita.”

Hal ini menunjukkan, perlu intervensi orangtua untuk membantu anak-anak mengonsumsi lebih banyak jenis makanan. Misalnya, memperkenalkan makanan yang sama secara berulang-ulang kepada anak-anak secara teratur serta menawarkan berbagai buah dan sayuran.

Tim peneliti menganalisis data dari 2.400 pasang anak kembar. Orangtua mengisi kuesioner tentang perilaku makan si kembar saat berusia 16 bulan, 3 tahun, 5 tahun, 7 tahun, dan 13 tahun.

Untuk memisahkan pengaruh genetik dari lingkungan, para peneliti membandingkan kesamaan dalam pilih-pilih makanan antara pasangan kembar non-identik dengan pasangan kembar identik.

Pasangan kembar non-identik biasanya memiliki 50 persen gen yang sama, sedangkan kembar identik memiliki 100 persen.

Para peneliti menemukan, pasangan kembar non-identik kurang memiliki kesamaan dalam hal pilih-pilih makanan daripada pasangan kembar identik yang menunjukkan adanya pengaruh genetik yang besar.

Mereka juga menemukan, pasangan kembar identik menjadi lebih berbeda satu sama lain dalam hal pilih-pilih makanan seiring bertambahnya usia. Ini menunjukkan peningkatan peran faktor lingkungan yang unik di usia yang lebih tua.

(Setiap perbedaan antara pasangan kembar identik disebabkan oleh faktor lingkungan unik, karena pasangan kembar identik memiliki gen dan aspek tertentu dari lingkungan yang sama yang membuat mereka lebih mirip satu sama lain.)

Para peneliti memperkirakan, faktor lingkungan yang unik menyumbang sekitar seperempat perbedaan individu antara anak-anak yang pilih-pilih makan pada usia 7 tahun dan 13 tahun.

Faktor lingkungan bersama menyumbang seperempat perbedaan individual antara anak-anak dalam hal pilih-pilih makanan pada usia 16 bulan, tetapi pengaruhnya menurun tahun-tahun berikutnya.

“Meskipun kebiasaan pilih-pilih makanan memiliki komponen genetik yang kuat dan dapat berlanjut hingga masa kanak-kanak, ini tidak berarti kebiasaan tersebut sudah pasti,” kata penulis senior, Dr. Alison Fildes (Universitas Leeds).

Orangtua, lanjutnya, dapat terus mendukung anak-anak mereka untuk mengonsumsi berbagai macam makanan selama masa kanak-kanak dan remaja. Namun, teman-teman sebaya mungkin menjadi pengaruh yang lebih penting pada pola makan anak-anak saat mereka menginjak usia remaja.

Penelitian ini diterbitkan dalam Journal of Child Psychology & Psychiatry (19/9/2024) dan didanai oleh lembaga amal kesehatan mental Inggris, MQ Mental Health Research.  (*)

Punya pertanyaan lain seputar layanan kami?