Anak Tantrum Bisa Dicegah Nggak Sih?
Dipublikasikan: Jumat, 27 Juni 2025
Waktu membaca: 3 menit
MyKidz - Setiap orang tua pasti pernah mengalami momen dramatis ini: anak tiba-tiba menangis keras, melempar barang, bahkan berguling-guling di lantai. Yup, itu namanya tantrum. Tapi pertanyaannya: tantrum bisa dicegah nggak sih? Atau ini nasib semua orang tua?
Hal ini bisa kita atasi jika sedang ada di rumah. Tapi ketika terjadi di pusat keramaian, cukup bikin kita stres, ya. Semua orang seperti melihat ke arah kita dengan tatapan menuduh, "bisa didik anak nggak sih?" Duh!
Apa Itu Tantrum dan Kenapa Terjadi?
Tantrum adalah luapan emosi besar-besaran yang biasa terjadi pada anak usia 1–4 tahun. Menurut American Academy of Pediatrics, tantrum adalah bagian normal dari perkembangan anak, terutama saat mereka belum bisa mengungkapkan keinginan atau frustrasi dengan kata-kata.
Penyebab umum tantrum antara lain:
• Anak lelah, lapar, atau tidak nyaman
• Kecewa karena tidak mendapatkan sesuatu
• Ingin menunjukkan kemandirian, tapi belum mampu sepenuhnya
• Belum bisa mengatur emosi karena otaknya masih berkembang
Tantrum bukan pertanda anak nakal. Otak mereka, terutama bagian prefrontal cortex (yang mengatur kontrol emosi), masih berkembang pesat dan belum “siap” menghadapi konflik atau kekecewaan.
Bisa Dicegah Nggak, Sih?
Jawabannya: bisa, meski tidak 100 persen. Kita bisa mengurangi frekuensi dan intensitas tantrum dengan memahami penyebabnya dan memberikan bekal emosi sejak dini.
Beberapa langkah pencegahan yang bisa dilakukan:
- Kenali Pola Tantrum Anak
Apakah biasanya muncul saat lapar? Mengantuk? Transisi dari satu aktivitas ke aktivitas lain?
Dengan mengenali pola, kita bisa mencegah sebelum terjadi. - Berikan Pilihan
Anak usia 2–3 tahun sedang ingin merasa “berkuasa.” Memberikan pilihan sederhana seperti “kamu mau pakai baju biru atau merah?” bisa membuat mereka merasa didengar dan lebih tenang. - Rutin Harian yang Konsisten
Anak merasa aman ketika tahu apa yang akan terjadi. Rutinitas tidur, makan, dan bermain yang konsisten bisa menurunkan risiko tantrum. - Ajari Nama-Nama Emosi
Gunakan kalimat seperti “Kamu kelihatan kecewa ya?” atau “Kamu marah karena mainannya rusak?” untuk membantu anak mengenali emosinya. Ini disebut sebagai emotional labeling, yang terbukti menurunkan intensitas tantrum (Lieberman et al., 2005). - Berlatih Napas Tenang
Untuk anak di atas 3 tahun, kita bisa ajarkan teknik sederhana seperti “napas kupu-kupu” (tarik napas sambil pura-pura melihat sayap mengepak). Menenangkan dan seru!
Kalau Masih Bayi, Bisa Diajarkan?
Pertanyaan bagus!
Bayi memang belum tantrum dalam arti ‘meledak marah’, karena belum punya kontrol emosi yang cukup. Tapi bayi tetap bisa merasa frustrasi dan menangis keras. Jadi, pencegahannya dimulai dari:
- Responsif terhadap tangisan bayi: ini membangun rasa aman
- Kontak mata dan sentuhan lembut: memperkuat regulasi emosi sejak dini (Tronick, 2007)
- Ngobrol sambil ganti popok, menyusui, dan aktivitas lain bersamanya: meningkatkan perkembangan bahasa dan rasa terhubung
Semakin bayi merasa aman dan dipahami, semakin kuat fondasi emosinya untuk tumbuh jadi anak yang bisa mengenali dan mengelola emosinya, termasuk saat tantrum datang di usia batita.
Kalau Sudah Terlanjur Tantrum, Gimana?
Meski sudah “dipersenjatai” dengan ilmu pencegahan, tantrum tetap bisa muncul. Dan itu bukan berarti kita gagal.
Yang penting adalah respons kita:
- Tetap tenang (meski dalam hati mau ikut nangis!)
- Jangan berdebat saat anak sedang tantrum
- Setelah anak tenang, bantu ia merefleksikan apa yang terjadi
- Konsisten dan penuh kasih adalah kunci!
Tantrum Itu Bagian dari Tumbuh
Tantrum bukan sesuatu yang harus ditakuti atau dihindari sepenuhnya. Ia adalah bagian dari perjalanan tumbuh kembang anak. Dan tugas kita bukan menghapus tantrum, tapi membantu anak mengenali, mengelola, dan tumbuh dari sana.
Kalau kita merasa sudah mencoba banyak cara tapi anak masih sering tantrum atau emosinya sulit dikendalikan, boleh banget konsultasi ke tim profesional kami di Klinik Tumbuh Kembang MyKidz. Yuk, kita bantu anak tumbuh dengan bahagia dan orang tua tetap waras!
Referensi:
• American Academy of Pediatrics. (2021). Tantrums: Why They Happen and How to Respond
• Lieberman, A., et al. (2005). Emotional Development in Young Children
• Tronick, E. (2007). The Neurobehavioral and Social-Emotional Development of Infants and Children