Anak Susah Dengar atau Kita yang Terlalu Banyak Ngomong?
Dipublikasikan: Rabu, 28 Mei 2025
Waktu membaca: 3 menit
Klinik MyKidz - “Jangan lompat dari sofa, nanti jatuh!” (Dua menit kemudian…) BRAK! “Kan Mama udah bilang—kenapa sih kamu nggak dengerin?”
Pernah dong kita merasa sering ngomong ke anak tapi kok kayak ngobrol sama tembok? Diulang lagi, “lupa” lagi. Hey, Mama-Papa tidak sendirian. Banyak orang tua merasa anaknya “susah banget dengerin” atau “bandel”, padahal bisa jadi… bukan itu masalahnya.
Otak Si Kecil Belum Bisa Proses Secepat Kita
Anak usia 0–6 tahun itu otaknya masih dalam fase perkembangan pesat. Ibaratnya, jaringan di otaknya lagi sibuk banget bikin jalan tol baru buat ngatur perhatian, memori, dan kontrol diri. Jadi, ketika kita kasih instruksi, bisa saja otaknya belum selesai menyambungkan semuanya—apalagi kalau disampaikan sambil emosi atau sambil disuruh cepat.
Menurut penelitian neuroscience, bagian otak yang disebut prefrontal cortex—yang bertanggung jawab untuk fokus, mengingat instruksi, dan mengontrol emosi—masih belum berkembang penuh sampai anak berusia sekitar 7 tahun. Jadi, kalau anak kita “lupa” padahal baru lima menit lalu dikasih tahu, itu bisa jadi karena memorinya memang belum siap untuk menyimpan dan mengeksekusi pesan dalam satu waktu.
Apalagi kalau pesan itu datang sambil kita lagi nyapu, sambil marah, atau sambil scroll TikTok.
Kadang Kita Terlalu Banyak Ngomong
Ngaku deh, kita suka ngomong sambil nyuci piring, sambil ngelirik HP, sambil kasih tiga instruksi dalam satu napas. Contohnya:
“Kak, tolong beresin mainan, abis itu cuci tangan, terus ambil sandal ya, Mama udah bilang lho dari tadi, kamu tuh ya… gimana sih…”
Anak umur 3-5 tahun itu cuma bisa fokus pada satu hal dalam satu waktu. Jadi kalau kita kasih filem berdurasi 30 detik dalam bentuk ceramah kilat, otaknya bisa langsung nge-freeze. Hasilnya? Anak malah ngelamun, bingung, atau... lanjut main kayak nggak ada yang terjadi.
Ini bukan tentang anak yang nggak bisa nurut, tapi tentang kita yang perlu ganti cara menyampaikannya.
Lalu Gimana Supaya Anak Mau Mendengar?
Masuk ke levelnya dulu.
Duduk, sejajarkan mata, panggil namanya, lalu pause sejenak. Tatapan mata itu sinyal kuat untuk otak anak bahwa “aku sedang diajak bicara.”
Kurangi kata-kata, perbanyak koneksi.
Alih-alih “Jangan lari-lari, kamu bikin Mama capek!”, coba: “Kita jalan pelan yuk bareng Mama.” Kalimat positif dan singkat lebih mudah diproses daripada larangan panjang.
Berikan waktu untuk mencerna.
Setelah kasih instruksi, beri jeda. Tahan dorongan untuk langsung mengulangi instruksi atau malah ngomel karena gemes nggak sabar. Otak anak butuh waktu untuk mengerti dan bertindak.
Gunakan gesture dan nada lembut.
Anak kecil lebih responsif pada ekspresi dan nada suara daripada isi kalimat. Nada tinggi = alarm. Nada rendah tapi jelas = aman dan mudah diikuti.
Jadi, Anak Susah Dengar? Atau Kita yang Perlu Dengar Lebih Dulu?
Kadang kita lupa, anak kecil itu bukan miniatur orang dewasa. Mereka belum punya semua alat di otaknya buat ngerti pesan kita dengan cepat. Yang mereka punya adalah rasa ingin tahu, imajinasi, dan kebutuhan akan koneksi.
Kalau kita terus merasa harus “diikuti”, mungkin kita sedang kehilangan kesempatan untuk mendampingi. Kalau kita terlalu banyak ngomong, mungkin anak justru lagi nunggu kita untuk mendengarkan. Dan mungkin, komunikasi hangat itu bukan tentang seberapa keras kita ngomong. Tapi seberapa dalam kita mau menyambungkan hati dengannya.
Karena anak usia dini itu bukan cuma belajar dari apa yang kita katakan—mereka belajar dari cara kita menyampaikannya.
Dan kadang, diam sejenak sambil memeluk, justru lebih didengar daripada seribu kalimat panjang.
Bila Mama-Papa ingin berbagi tentang buah hati, sila datang ke Klinik Tumbuh Kembang MyKidz. Mari kita bersama mengantar anak menuju dua hal penting: tumbuh dengan sehat dan bahagia.
Foto: Pexels.com
Referensi:
• Center on the Developing Child at Harvard University. (n.d.). A guide to executive function. Diakses dari https://developingchild.harvard.edu/resource-guides/guide-executive-function/
• Center on the Developing Child at Harvard University. (2018, February). The brain-changing power of conversation. Usable Knowledge. Diakses dari https://www.gse.harvard.edu/ideas/usable-knowledge/18/02/brain-changing-power-conversation
• Lurie Children's Hospital of Chicago. (2023). Early childhood brain development and health. Diakses dari https://www.luriechildrens.org/en/blog/early-childhood-brain-development-and-health/
• Romeo, R. R., Leonard, J. A., Robinson, S. T., West, M. R., Mackey, A. P., Rowe, M. L., & Gabrieli, J. D. E. (2018). Beyond the 30-million-word gap: Children’s conversational exposure is associated with language-related brain function. Psychological Science, 29(5), 700–710. https://doi.org/10.1177/0956797617742725
• World Economic Forum. (2018, February 14). How you talk to your child changes their brain. Diakses dari https://www.weforum.org/stories/2018/02/how-you-talk-to-your-child-changes-their-brain/