Junk Food: 6 Alasan Pentingnya Menghindari Makanan “Sampah” Ini

Dipublikasikan: Sabtu, 22 Februari 2025

Waktu membaca: 3 menit

Penulis: Julie

Editor: Julie

Klinik MyKidz – Seorang siswa kelas dua SD di Malaysia mengalami kehilangan penglihatannya secara permanen. Penyebabnya adalah kekurangan vitamin A yang parah akibat pola makan yang hanya terdiri dari makanan olahan, seperti nuget, sosis, dan kue sejak bayi. 

Kisah serupa dialami seorang anak lelaki 12 tahun di Massachussetts. Dokter menemukan, anak ini mengalami atrofi optik yang menyebabkan sel-sel di saraf optik rusak akibat kerusakan jangka panjang. 

Anak laki-laki ini menderita autisme dan memiliki fobia ekstrem terhadap tekstur makanan tertentu, sehingga ia hanya mengonsumsi burger tawar, kentang goreng dengan saus ranch, donat, dan jus kotak.

Dokter meyakini, hilangnya penglihatan si anak lantaran kekurangan vitamin A, vitamin C, vitamin D, tembaga, dan seng yang parah, akibat terbatasnya asupan makanan yang dikonsumsi si anak. 

Bahkan, kurangnya nutrisi yang dialami oleh anak lelaki ini juga menyebabkan kuku kakinya tumbuh bergelombang horizontal karena menjadi rapuh. 

Kasus serupa lainnya datang dari Inggris. Seorang remaja yang bukan hanya kehilangan penglihatannya, tetapi juga mengalami gangguan pendengaran yang signifikan akibat mengonsumsi junk food selama bertahun-tahun. 

Remaja lelaki ini pilih-pilih makanan, sejak sekolah dasar, setiap hari mengonsumsi kentang goreng dari toko ikan dan keripik lokal serta mengemil keripik kentang, roti putih, irisan ham olahan, dan sosis.

Kekurangan gizi dapat menyebabkan masalah penglihatan dan pendengaran. Remaja tersebut kekurangan beberapa vitamin dan mineral penting, termasuk vitamin B dan tembaga.

 

6 Alasan Pentingnya Menghindari Junk Food

Mama-Papa, kita bisa belajar dari tiga kasus di atas, yang bukan tak mungkin masih ada kasus-kasus serupa lainnya, tetapi tidak muncul ke permukaan.

Selain kekurangan nutrisi tertentu yang berakibat pada kebutaan dan gangguan pendengaran, masih ada lagi ancaman lainnya terhadap kesehatan akibat konsumsi junk food yang berlebihan.

Melansir Forbes (17/7/2024), sebuah studi yang dipublikasikan di JAMA Network Open (Mei 2024) mempelajari makanan cepat saji olahan dan faktor kardiometabolik pada 1.426 anak-anak berusia 3—6 tahun.  

Hasilnya menunjukkan, konsumsi makanan cepat saji yang lebih tinggi terkait dengan indeks massa tubuh yang lebih besar, lingkar pinggang, kadar glukosa puasa yang lebih tinggi (tanda awal diabetes), dan kadar kolesterol baik (HDL = high-density lipoprotein) yang lebih rendah.

 Junk food merupakan makanan rendah nutrisi, mineral, dan serat yang menyehatkan, juga tinggi kalori, garam, dan pengawet. Itulah mengapa, konsumsi junk food secara rutin dapat berdampak serius pada kesehatan buah hati, bahkan saat masih balita.

Berikut ini 6 hal penting terkait junk food yang harus menjadi perhatian orangtua sebelum meluluskan setiap permintaan si kecil ketika menginginkan makanan cepat saji atau olahan.

 

1. Junk Food = Penyebab Utama Obesitas pada Anak

Konsumsi makanan cepat saji berkalori tinggi berperan penting dalam menyebabkan anak-anak mengalami kelebihan berat badan.

Studi yang diterbitkan dalam Archives of Pediatrics and Adolescent Medicine menemukan, remaja dan anak-anak mengonsumsi lebih banyak kalori di restoran cepat saji dan restoran lain daripada di rumah. 

Makan lebih banyak junk food berarti mengonsumsi lebih banyak kalori secara keseluruhan. Junk food tidak mengirimkan sinyal kenyang ke otak, sehingga anak-anak akhirnya makan berlebihan dan menjadi gemuk.

 

2. Junk Food = Prestasi Akademik yang Buruk

Satu studi menemukan, konsumsi makanan cepat saji yang lebih tinggi dari rata-rata terkait dengan skor tes yang lebih rendah dalam membaca dan matematika pada siswa kelas 5 di AS.

Studi lain menemukan, konsumsi makanan cepat saji menghasilkan kinerja akademis yang lebih rendah dalam membaca, matematika, dan sains pada kelas 8, bahkan dengan memperhitungkan faktor-faktor pengganggu.

Sebuah tinjauan sistematis besar yang menyatukan lusinan studi menemukan, asupan makanan padat energi dan miskin nutrisi yang lebih rendah—yakni lebih sedikit junk food—dikaitkan dengan hasil akademis yang lebih baik.

 

3. Junk Food = Tingginya Angka Penyakit Kronis pada Orang Dewasa

Penelitian menunjukkan, pola makan tidak sehat pada masa kanak-kanak berkaitan dengan profil kardiometabolik yang buruk di kemudian hari. Ini termasuk tingkat obesitas yang lebih tinggi, peningkatan kolesterol, dan resistansi insulin yang merupakan prekursor penyakit jantung koroner.

Obesitas pada masa kanak-kanak berkaitan dengan diabetes tipe 2 dan beberapa jenis kanker di masa dewasa. Resistansi insulin dan peradangan kronis diperburuk oleh kebiasaan makan yang buruk di masa kanak-kanak. Anak-anak yang tetap mengalami obesitas saat dewasa berisiko terkena serangan jantung.

 

4. Junk Food = Perubahan Suasana Hati, Kecemasan, Depresi, dan Agresi

Anak-anak yang mengonsumsi banyak junk food dapat mengalami fluktuasi suasana hati dan energi yang signifikan. Hal ini menyebabkan mudah tersinggung, mempersulit pengelolaan stres, dan dapat memperburuk kesehatan mental.

Sebuah tinjauan sistematis menemukan, konsumsi junk food meningkatkan kemungkinan stres psikologis hingga 34 persen, depresi hingga 62%, kecemasan hingga 24%, dan ketidakpuasan tidur hingga 17%.

Studi lain mengaitkan konsumsi junk food yang sering dengan gejala kekhawatiran, depresi, kebingungan, insomnia, kecemasan, dan agresi, termasuk perkelahian dan perundungan.

 

5. Junk Food = Risiko Asma, Rinitis, dan Eksem Lebih Tinggi

Studi yang diterbitkan daring dalam jurnal Thorax menunjukkan, anak-anak yang mengonsumsi makanan cepat saji tiga kali seminggu atau lebih memiliki risiko asma, rinitis, dan eksem yang lebih tinggi—sebanyak 39% peningkatan risiko asma parah untuk remaja (usia 13—14) dan 27% untuk anak-anak yang lebih muda (usia 6—7). 

 

6. Junk Food = Kebugaran Fisik Lebih Rendah

Sebuah studi menemukan, anak-anak usia 3—5 tahun yang mengonsumsi lebih banyak makanan ultraolahan memiliki kemampuan lokomotor yang lebih buruk daripada anak-anak yang mengonsumsi lebih sedikit makanan tersebut. 

Studi tersebut juga menunjukkan kebugaran kardiovaskular yang lebih rendah pada anak-anak usia 12—15 tahun yang mengonsumsi lebih banyak makanan ultraolahan.

Kategori makanan ultraproses dalam penelitian ini meliputi makanan ringan kemasan, sereal sarapan, permen, soda, jus dan yoghurt manis, sup kalengan dan makanan olahan, seperti pizza, hotdog, burger dan nuget ayam. (*)

 

 

Punya pertanyaan lain seputar layanan kami?