Ngomong Sama Anak Tanpa Ngegas
Dipublikasikan: Sabtu, 9 Agustus 2025
Waktu membaca: 3 menit
MyKidz - Kondisi serba kusut karena waktu mepet, pekerjaan menumpuk, membuat kita tanpa sadar hilang sabar. Saat itulah kita rawan bicara penuh tekanan pada anak. Ngegas!
“Cepat sikat giginya, berapa kali Mama harus bilang?”
“Dengar nggak sih kamu tuh?!”
“Udah dibilang jangan lari!”
Iya, tanpa sadar nada suara kita naik. Bukan karena tidak sayang, tapi karena lelah, dikejar waktu, dan ingin semuanya cepat selesai. Tapi bagi anak, nada marah itu seperti guntur mendadak di siang bolong. Mengagetkan, menegangkan, dan kadang membuat mereka mundur jauh, bukan mendekat.
Komunikasi dengan anak seringkali lebih terdengar seperti instruksi dan teguran. Padahal, nada suara adalah pintu masuk bagi anak untuk memahami maksud kita. Bahkan lebih dulu dari kata-katanya sendiri.
Anak Mendengar Lewat Perasaan, Bukan Kalimat
Anak-anak belum bisa memisahkan isi pesan dengan cara penyampaiannya. Kalimat yang baik sekalipun, jika disampaikan dengan nada tinggi atau ekspresi ketus, bisa ditangkap sebagai ancaman.
Bukan karena mereka sensitif berlebihan, tapi karena otaknya memang masih berkembang.
Bagian otak yang bertugas memproses logika dan bahasa (prefrontal cortex) baru tumbuh sempurna mendekati usia remaja. Sementara bagian otak yang memproses emosi dan ancaman (amygdala) bekerja sangat cepat sejak bayi. Jadi saat kita bicara dengan nada marah, yang pertama kali ditangkap otak anak adalah: “Bahaya.”
Ini menjelaskan kenapa anak sering terlihat “bingung”, menangis, atau justru membangkang saat kita ngomel. Mereka tidak lagi bisa menyerap pesan. Otaknya sibuk melindungi diri, bukan mendengarkan.
Nada Suara Menentukan Koneksi
Menurut penelitian dari Harvard Center on the Developing Child, hubungan yang aman dan responsif antara anak dan orang tua berpengaruh besar terhadap perkembangan otak, termasuk kemampuan anak mengatur emosi, memahami bahasa, dan membangun hubungan sosial.
Dan hubungan ini dibangun lewat momen sehari-hari yang sering tampak sepele, seperti cara kita berbicara ketika meminta anak merapikan mainan.
Nada yang lembut bukan berarti lunak atau permisif. Ia justru menciptakan ruang aman bagi anak untuk menerima arahan. Ketika anak merasa diterima, tidak dihakimi, dan tidak ditakut-takuti, ia lebih terbuka, lebih kooperatif, dan lebih cepat belajar memperbaiki diri.
Gimana Caranya Kalau Sudah Telanjur Kesal?
Karena kita bukan robot, wajar sekali kalau kadang kesal, apalagi kalau anak terus mengulang hal yang sama. Tapi sebelum suara meninggi, tarik napas dulu. Diam lima detik. Kalibrasi ulang tujuan kita: ingin anak berubah atau ingin anak takut?
Berbicara dengan suara tenang bukan soal kekuatan suara, tapi kekuatan kendali. Nada yang rendah tapi tegas, diucapkan sambil memandang mata anak, jauh lebih efektif daripada bentakan. Anak mendengar pesan dan merasakan cinta di saat yang sama.
Kalau perlu, sampaikan ulang pesan saat suasana lebih tenang. Misalnya, setelah anak selesai tantrum atau setelah kita selesai membereskan emosi kita sendiri. Anak akan lebih mudah menyerap pesan ketika ia merasa aman.
Kata-Kata yang Hangat, Suara yang Melekat
Apa yang anak dengar hari ini, akan menjadi suara di dalam kepalanya ketika ia besar nanti. Jika ia tumbuh dengan kata-kata marah, ia belajar mengkritik diri sendiri dengan nada yang sama. Tapi jika ia dibesarkan dengan suara yang tenang, anak belajar menenangkan dirinya sendiri.
Di Klinik Tumbuh Kembang MyKidz, kami percaya bahwa komunikasi bukan alat kontrol, tapi jembatan untuk tumbuh bersama. Jika Mom/Dad merasa sering terpancing marah dan ingin tahu bagaimana cara membangun komunikasi yang sehat dengan si kecil, kami di sini siap menemani.
Karena terkadang, perubahan besar dalam hubungan anak dan orang tua, dimulai dari satu hal kecil: cara kita menyuarakan cinta.
Foto: Ankit Rainloure/Pexels.com
Referensi:
• Harvard University Center on the Developing Child. (2017). Key Concepts: Serve and Return. https://developingchild.harvard.edu
• Siegel, D. J., & Bryson, T. P. (2012). The Whole-Brain Child: 12 Revolutionary Strategies to Nurture Your Child’s Developing Mind. Bantam Books.
• Perry, B. D., & Szalavitz, M. (2006). The Boy Who Was Raised as a Dog: And Other Stories from a Child Psychiatrist’s Notebook. Basic Books.