Dua Minggu Pertama di Sekolah

Dipublikasikan: Jumat, 1 Agustus 2025

Waktu membaca: 3 menit

Penulis: Candra Widanarko

Editor: Candra Widanarko

MyKidz - Hari pertama sekolah selalu penuh warna. Ada anak yang semangat pakai seragam baru, ada yang diam menatap gerbang, dan ada juga yang berurai air mata sambil berkata, “Aku nggak mau ditinggal…”

Dua minggu pertama di kelas atau sekolah adalah awal dunia sosial yang asing bagi anak. Dan bisa jadi, cukup menegangkan.

Apa yang Terjadi pada Perasaan Anak?

Bayangkan kita dipindahkan ke kantor baru, tak kenal siapa-siapa, aturan belum jelas, dan kita belum tahu mana pintu toilet. Begitulah kira-kira rasa yang muncul di benak anak saat memasuki sekolah baru. Hanya saja, mereka belum punya bahasa emosional untuk menjelaskannya.

Menurut Child Mind Institute, anak usia dini mengalami kombinasi rasa takut, antusiasme, cemas, dan bingung dalam waktu bersamaan (Levine, 2020). Otaknya sedang bekerja keras mengenali wajah baru, memahami rutinitas baru, dan mencari cara untuk “diterima”.

Emosi umum yang muncul adalah takut ditinggal, bingung dengan aturan, takut tidak punya teman, khawatir tidak bisa mengikuti pelajaran, tapi juga... antusias melihat hal-hal baru!

Biasanya yang paling ditakutkan anak adalah:

  • Tidak tahu harus berbuat apa
  • Tidak ada yang mau bermain dengannya
  • Berpisah dari Mama atau Papa

Pada saat yang bersamaan, hal yang paling disemangatinya justru:

  • Bisa berteman
  • Bisa mandiri seperti kakak-kakak besar
  • Bisa mengeksplor mainan, ruang kelas, dan aktivitas seru

Konflik ini membuat anak mudah mengalami tantrum, lelah secara emosional, atau “ngambek” tanpa alasan jelas.

Setelah Dua Minggu, Apa yang Berubah?

Studi menunjukkan bahwa pada minggu ke-2 atau ke-3, anak mulai mengalami penurunan stres sosial dan mulai membentuk ritme rutinitas (Eccles et al., 1993). Beberapa anak mulai merasa nyaman, tapi beberapa lainnya justru menunjukkan penolakan yang tertunda.

Jika di minggu pertama anak tampak “baik-baik saja”, tapi mulai rewel atau menolak sekolah di minggu kedua, itu bukan kemunduran, melainkan tanda bahwa ia mulai menyadari perubahan dan butuh dukungan lebih dalam.

Persoalan menjadi lebih serius bagi anak jika ia belum berhasil punya teman yang nyaman. Tenang. Tidak semua anak langsung klik kok secara sosial. Tapi bila setelah dua minggu anak tampak menyendiri, mengeluh tidak punya teman, atau menarik diri, ada beberapa hal yang bisa dilakukan:

Ajari anak keterampilan sosial sederhana
Contoh: “Kalau mau main bareng, bisa bilang: ‘Boleh aku ikut?’”

Role-play di rumah
Latih anak lewat permainan pura-pura: bagaimana menyapa, menanggapi, atau bergabung dalam aktivitas.

Validasi perasaannya
Alih-alih berkata, “Aduh masa belum punya teman juga sih?”, coba: “Iya ya, pasti rasanya sedih belum ada teman dekat. Tapi Mama yakin kamu bisa, pelan-pelan ya.”

Sejauh Mana Orang Tua Boleh Turut Campur?

Boleh:

  • Berdiskusi dengan guru tentang dinamika sosial anak
  • Menyediakan waktu untuk mendengar cerita anak
  • Membantu anak mengenal teman baru lewat playdate

Jangan:

  • Terlalu sering “menyelamatkan” anak dari rasa tidak nyaman
  • Memaksa anak langsung akrab atau membandingkan dengan teman
  • Ikut campur langsung ke dalam konflik sosial anak tanpa pemahaman utuh

Menurut American Academy of Pediatrics, penting bagi anak untuk belajar menavigasi konflik sosial dengan bantuan orang tua sebagai coach, bukan rescue team (AAP, 2021).

Dua minggu pertama sekolah bisa terasa sangat panjang bagi anak. Tapi dengan kehadiran orang tua yang sabar, suportif, dan tidak buru-buru mengatur semuanya, anak bisa belajar bertumbuh, pelan-pelan tapi mantap.

Kalau Mom/Dad merasa anak masih terus-menerus kesulitan beradaptasi bahkan setelah satu bulan, bisa jadi ada hal yang lebih dalam. Di Klinik Tumbuh Kembang MyKidz, Mom/Dad bisa berkonsultasi dengan psikolog anak dan tenaga ahli yang terbiasa menangani masa transisi sekolah dengan pendekatan penuh empati dan ilmu.

Karena kadang, yang dibutuhkan anak bukan solusi instan, melainkan pelukan, waktu, dan orang dewasa yang percaya bahwa dia mampu.

Foto: Pavel Danilyuk/Pexels.com

Referensi:

• American Academy of Pediatrics. (2021). Helping children adjust to school. https://www.aap.org
• Child Mind Institute. (2020). Back-to-school anxiety: What parents can do. https://childmind.org
• Eccles, J. S., Midgley, C., Wigfield, A., Buchanan, C. M., Reuman, D., Flanagan, C., & Mac Iver, D. (1993). Development during adolescence: The impact of stage-environment fit. American Psychologist, 48(2), 90–101. https://doi.org/10.1037/0003-066X.48.2.90
 

 

Punya pertanyaan lain seputar layanan kami?